Tugas Makalah Sumber Ajaran Agama Islam



SUMBER  AJARAN AGAMA ISLAM




Nama                : Okky Rastyani Chaerunisa
Prodi                 : Sistem Informasi
Nim                  : 1157201238





Pendahuluan

Tugas individu ini merupakan tugas pertama pelajaran agama islam. Makalah ini membahas tentang sumber-sumber ajaran agama Islam. Dan memperlajari sistematika dan hubungan sumber-sumber ajaran agama dan kedudukan Alquran sebagai pedoman dan kerangka kegiatan umat manusia.
        Mempelajari arti fungsi As-Sunnah sebagai penjelasan otentik Alquran dan perananya sebagai petunjuk kehidupan muslim. Membahas kedudukan akal pikiran manusia yang memenuhi syarat dan peranan ijtihad sebagai sumber pengembangan nilai ajaran Islam.














a.   Wahyu Allah sebagai Sumber Ajaran Islam

1.   Alquran dan hubungannya dengan Sunnah dan Ijtihad
Sumber ajaran Islam adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Wahyu Allah itu diturunkan dalam bahasa Arab dan secara autentik terhimpun dalam mushaf Alquran. Alquran adalah kitab suci yang demikian masyhur sehingga sulit untuk menemukan satu definisi yang ada masih bersifaat parsial; tergantung kepada jenis kajian yang dilakukan. Kendati demikian salah satu definisi yang memiliki kekhususan dikemukakan disini yaitu dari Dawud al-Attar(1979). Beliau menyebutkan bahwa Al-quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Secara lafaz (lisan), makna serta gaya bahasa (uslub)-nya. Definisi ini mengandung beberapa kekhususan yaitu :
a.   Alquran sebagai wahyu Allah, yaitu seluruh ayat Alquran adalah wahyu Allah.
b.   Alquran diturunkan dalam bentuk lisan dengan makna dan gaya bahasanya.
c.   Alquran terhimpun dalam mushaf.
d.   Alquran dinukil secara mutawatir.
Alquran turun secara berangsur-angsur dalam waktu kurang lebih 23 tahun, yaitu sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi dan Rasul Allah hingga beliau wafat.
Sejarah mencatat kerinduan umat manusia terhadap datangnya risalah Allah ini. Mereka yang memeluk Islam menerima konsekuensi sosial yang memilukan, intimidasi, penganiayaan dan pembunuhan merupakan bagian dari sejarah kelam kehidupan keagamaan mereka. Dalam situasi tersebut, Alquran yang turun secara berangsur-angsur menjadi pelipur lara dan penyejuk hati. Selain ajaran tentang norma dan etika, Alquran juga mencatat suka duka perjuangan para nabi danumat terdahulu.
Kerinduan tersebut yang menjadi pendorong semangat dan gairah penghafalan Alquran secara menakjubkan di kalangan para sahabat Nabi. Ketika Allah menyatakan bahwa segala respon positif terhadap Alquran atau bahkan sekedar membacanya dinilai sebagai ibadah. Gairah itu semakin berkembang manakala membaca Alquran ditetapkan sebagai bagian dari rangkaian ibadah formal (salat). Itu yang menjadi fenomena kultural kaum muslimin dari waktu ke waktu.
Selain di hafal ayat-ayat yang turun juga ditulis oleh sejumlah sahabat Nabi dan dari hasil pencatatan mereka diserahkan kepada Rasulullah. Khalifah Abu Bakar membentuk tim untuk mengkondifikasi ayat-ayat alquran. Kaum Usman juga membentuk tim untuk menyempurnakan sistem penulisan Alquran.
Ijtihad adalah penggunaan akal untuk merumuskan hukum yang tidak tersurat dalam Alquran dan Sunnah dengan cara istinbat kepada dua sumber tersebut. Ijtihad bersifat sumber metodologis praktis atau merupakan aktualisasi hukum-hukum umum dari Alquran dan As-sunnah.
Kebenaran Alquran bersifat mutlak dan absolut, sementara As-Sunnah bersifat zanni (relatif) karena perlu pembuktian, Ijtihad bersifat kondisonal dan temporal.
2.   Kandungan dan Nama Alquran
Alquran terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6.236 ayat. Ayat-ayat
Alquran yang turun pada periode Mekah (Ayat Makiyah) sebanyak 4.780 ayat yang tercakup dalam 86 surat, dan pada periode Madinah (Ayat Madaniyah) sebanyak 1.456 ayat yang tercakup dalam 28 surat.
          Kata  Alquran sendiri menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Arti Alquran sebagai bacaan juga menunjukkan adanya kewajiban setiap insan untuk senantiasa membacanya secara berulang-ulang sehingga dapat mempedomaninya sebagaimana mestinya. Selain Alquran, wahyu ini diberi nama-nama lain oleh Allah, yaitu:
a.   Alkitab, berarti sesuatu yang ditulis (Ad-Dukhan, 44:2)
b.   Alkalam, berarti ucapan (At-Taubah, 9:6)
c.   Az-Zikra, berarti peringatan (Al-Hijr, 15:9)
d.   Alqasas, berarti cerita-cerita (Ali Imran 3:62)
e.   Alhuda, berarti petunjuk (At-Taubah, 9:33)
f.     Alfurqan, berarti pemisah (Al-Furqan, 25:1)
g.   Almauizah, berarti nasihat (Yunus, 10:57)
h.   Asy-syifa, berarti obat atau penawar jiwa (Al-Israa, 17:82)
i.     An-Nur, berarti cahaya (An-Nisaa’, 4:174)
j.     Ar-Rahmah, berarti karunia (An-Naml, 27:77)
          Alquran sebagai sumber nilai mengandung nilai pokok ajaran Islam.
3.   Alquran: Mukjizat Nabi Muhammad
         Alquran membawa dua fungsi utama, yaitu sebagai mukjizat dan pedoman dasar ajaran Islam. Mukjizat menurut bahasa berarti melemahkan. Alquran sebagai mukjizat menjadi bukti kebenaran Muhammad selaku utusan Allah yang membawa misi Universal, risalah akhir dan syariah yang sempurna bagi manusia.
         Kemukjizatan Alquran secara umum meliputi aspek-aspek sebagai berikut ;
a.   Aspek bahasa Alquran
     Keistimewaan bahasa Alquran terletak pada gaya pengungkapannya, antara lain kelembutan dalam jalinan huruf dan kata dengan lainnya. Susunan huruf-huruf dan kata-kata Alquran terajut secara teratur sehingga menjelma menjadi ayat-ayat yang indah.
b.   Aspek sejarah
     Kedudukan, peran, proses perjuangan, dan ketabahan para rasul Allah mulai dari Adam hingga Isa serta kondisi umat yang dihadapi mereka dikisahkan Alquran.
     Selain  kisah para rasul Allah, Alquran juga menceritakan kisah-kisah beberapa kaum dan perorangan yang menonjol pada
masanya guna menjadi pelajaran bagi kaum sesudahnya.

c.   Aspek tentang ilmu pengetahuan
     Alquran berbicara mengenai hukum-hukum alam; diterangkannya persoalan-persoalan biologi, farmasi, astronomi, dan geografi. Isyarat demi isyarat yang ditunjukkan Alquran mengenai sains, sebagiannya telah terbukti sahih menurut ilmu penelitian ilmu pengetahuan yang obyektif.
d.   Konsistensi ajaran selama proses penurunan yang panjang
     Alquran selama proses penurunannya menjadi dalil yang meneguhkan keberadaan Muhammad selaku Rasulullah dan kebenaran risalah yang dibawanya.
e.   Kebenaran Nabi Muhammad yang ummi
     Muhammad saw, adalah seorang dari umumnya masyarakat di kala itu yang ummi (umi), yaitu tidak pandai membaca dan menulis. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan, tidak sempat belajar menulis dan membaca, apalagi untuk menyelami filsafat. Ia dikenal oleh masyarakat luas, lantaran pribadinya yang mulia sehingga menjadi daya tarik yang amat luar biasa. Ia menjadi orang yang populer dengan kejujurannya.
     Demikian Alquran sebagai mukjizat Allah yang membuktikan keberadaan Muhammad sebagai Rasullah dan kebenaran risalah yang dibawanya. Kebenaran Alquran yang demikian itu diungkapkan pula oleh Harry Gaylord Dorman. Dan pujian terhadap Alquran ditulis pula oleh Dr. John William Draper.
4.   Alquran hidayah sempurna
         Alquran adalah sumber hidayah atau petunjuk, sumber syariah dan hukum-hukum yang wajib dijadikan pedoman dan diikuti oleh manusia supaya memperoleh kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat.
         Alquran memberi keterangan mengenai identitas manusia, asal usul kehidupan kesudahannya, perlengkapan jasmani dan rohaninya, serta karakter dasar dan kecenderunganya. Alquran memisahkan yang hak batil, yang hakiki dari yang imitasi, yang baik dari yang buruk, yang adil dari yang zalim, dan bermanfaat dari yang membahayakan. Alquran memotivasi untuk mengisi hidup dengan dinamis dan menjalaninya dengan penuh optimis. Alquran mendorong manusia supaya meraih kesuksesan dan kejayaan hidup dunia. Dengan itu Alquran menuntun manusia supaya berhubungan dengan sesamanya sesuai dengan fitrahnya.
         Alquran membimbing manusia supaya senantiasa berhubungan dengan penciptanya. Agar manusia tunduk berserah diri hanya kepada-Nya, memuja dan memuji hanya kepada-Nya, meminta inayah dan bantuan hanya dari-Nya, dan senantiasa memohon ampunan dan keridaan-Nya.
         Demikian Alquran diturunkan Allah denagn membawa nilai-nilai yang universal dan final. Dialah syariah penutup wahyu-wahyu samawi, satu din yang diridai Pemilik dan Penguasa jagat alam semesta raya. Karakteristik norma dan tata nilai Alquran, keseluruhan misi Alquran dalam konteks pedoman hidup manusia itu membimbing manusia supaya menyerahkan diri kepada Allah dengan penuh kecintaan.

5.   Komitmen terhadap Alquran
         Ada empat sikap yang menunjukkan komitmen muslim terhadap Alquran.
         Pertama, Mengimani Alquran, yaitu meyakini bahwa Alquran adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad.
         Kedua, Mempelajari Alquran, berarti membuka pintu rahmat Allah dan sebaliknya.
         Ketiga, mengamalkan Alquran, adalah inti dari komitmen setiap umat muslim karena segala yang dikandungnya bukan hanya ditujukan untuk dipahami melainkan membentuk mental dan sikap qurani.
         Keempat, mendakwahkan Alquran, yaitu mensosialisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran kepada orang lain dari mulai lingkungna keluarga hingga masyarakat pada umumnya.

B. As-Sunnah sebagai Sumber Ajaran

1. Pengertian As-Sunnah
          Ditinjau dari segi bahasa, sunnah (sunah) berarti cara, jalan kebiasaan, dan tradisi. Kebiasaan dan tradisi mencakup yang baik dan buruk. Arti sunnah yang populer adalah “at-tariqah al-mu’tadah hasanah kanat am sayyiah”, suatu cara yang berlaku, baik cara itu bersifat terpuji maupun tercela.
          Kata sunnah di dalam Alquran diulang 16 kali pada 11 surat. 14 kali dalam bentuk mufrad (tunggal, yaitu sunnah dan dua kali dalam bentuk jamak, yaitu sunan.
          Makna sunah secara etimologi menurut Muhammad ‘Ajaj Al-Khatib (1975) identik dengan hadis, yaitu informasi yang disandarkan kepada Rasulullah saw. Berupa ucapan, perbuatan, atau keizinan.
          Apabila suatu hukum ditetapkan berdasarkan sunnah, maksudnya adalah dasar dari ketetapan huhkum tersebut ialah keterangan dari Nabi Muhammad, baik berupa ucapan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah),  ataupun keizinannya (sunnah taqririyah). Istilah sunnah juga dominan dalam bidang fiqh (fikih).

2. Kedudukan As-Sunnah
             Allah telah menetapkan syariat (peraturan-peraturan) dan menurunkannya secara bertahap melalui para nabi-Nya supaya menjadi pedoman hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat. Alquran memuat undang-undang dasar yang bersifat komprehensif dan universal.
             As-Sunnah atau hadis sahih inilah yang menjadi pedoman pengamalan Islam dan merupakan sumber hukum kedua setelah Alquran.
             Ke-hujjah-an As-Sunnah didukung dengan argumen-argumen sebagai berikut :
a.   Pengamalan As-Sunnah
Sebagai konsekuensi iman kepada Rasul
         Iman kepada kerasulan Muhammad adalah satu bangunan akidah Islam.
b.   Keterangan Alquran tentang Rasul
         Dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang menyatakan keberadaan dan posisi Rasul dalam syariat Islam, yaitu sebagai juru baca Alkitab, hakim pemutus perkara, contoh dan teladan.
c.   Pernyataan Rasul mengenai As-Sunnah
-      Rasullah menerangkan keberadaan dirinya sebagai sumber agama serta rujukan pengamalan syariat.
-      Rasullah menyatakan bahwa beliau sendiri yang menjaadi pola dan rujukan pengamalan syariat sebagaimana sabdanya.
-      Rasullah menegaskan keharusan kaum muslimin berpegang teguh kepada sunnahnya supaya tidak sesat dalam mengamalkan.
-      Rasullah memerintahkan kaum muslimin supaya melaksanakan sunnahnya.
d.   Ijmak Sahabat untuk mengamalkan As-Sunnah
         Para sahabat menjadikan Sunnah Rasul sebagai pijakan untuk memperoleh kejelasan dan perincian hukum dan dalil-dalil Alquran yang bersifat umum, serta menjadikan Sunnah sebagai rujukan bagi penyelesaian urusan yang hukumnya tidak tersebut dalam Alquran.

e.   Keberdaan Alquran mengharuskan adanya As-Sunnah
         Sebagian besar ayat Alquran yang diturunkan Allah melalui Alquran bersifat umum atau berupa garis-garis besar saja.

3. Posisi As-Sunnah dalam Syariat Islam
             Dilihat dari hierarki sumber hukum Islam, As-Sunnah menempati tempat kedua setelah Alquran. Penempatan ini disebabkan karena perbedaan sifat di antara keduanya. Dilihat dari segi periwayatannya Alquran bersifat qati al wurud (kualitas periwayatan yang bersifat pasti), sementara As-Sunnah bersifat zanni al wurud (kualitas periwayatannya bersifat relatif).

4. Sunnah Tasyry dan Gairu Tasyry
               Nabi Muhammad saw, ketika itu memiliki kedudukan ganda, sebagai Rasullah dan pemimpin umat. Bahkan beliau juga seorang ekonom, politikus, jendral besar dan panglima tinggi.
               Permasalahan yang muncul adalah apakah kebijakan beliau dalam posisi pemimpin dan panglima. Dalam Alquran terdapat ayat-ayat yang secara jelas menyatakan bahwa beliau adalah figur teladan. Apa yang diucapkan beliau adalah wahyu yang harus diikuti.
               Dalam persoalan ini, Mahmud Syaltout menerangkan adanya sunnah yang tasyri (membentuk hukum) dan gairu tasyri (tidak membentuk hukum). Semua informasi yang menyangkut Rasul Allah itu, baik ucapan perbuatan maupun ketepatannya dikelompokkan ke dalam beberapa bagian:
a. Bersifat al-hajah al-basyariyah (kebutuhan yang bersifat kemanusiaan), seperti makan dan minum.
b.    Mencerminkan tradisi pribadi dan masyarakat, seperti urusan pertanian dan pengobatan.
c.     Pengaturan urusan tertentu seperti bertempur.
d.    Bersifat tasyril membentuk hukum.

5. Fungsi As-Sunnah terhadap Alquran
                   Kedudukan sunnah terhadap Alquran pada garis besar terbagi tiga:
                   a. As-Sunnah sebagai penguat Alquran
                             Sunnah berfungsi sebagai penguat pesan-pesan atau peraturan-peraturan yang tersurat dalam ayat-ayat Alquran. Dalam menguatkan pesan-pesan Alquran, As-Sunnah berperan antara lain :
1. menegaskan kedudukan hukum, seperti penyebutan hukum wajib dan fardu
2.  menerangkan posisi kewajiban atau larangan dalam syariat Allah
3.  menjelaskan sangsi hukum bagi pelanggarnya

                         b. As-Sunnah sebagai penjelas Alquran
               As-Sunnah memberikan penjelasan terhadap maksud ayat Alquran, antara lain :
1.  Menjelaskan makna-makna yang rumit dari ayat-ayat Alquran, firman Allah dalam surat Al-Baqarah, 2:238.
2.  Mengikat makna-makna yang bersifat lepas (taqyid al-mutlaqah) dari ayat-ayat Alquran sesuai dalam firman Allah surat Al-Maaidah, 5-38.
3.  Mengkhususkan ketetapan-ketetapan yang disebut Alquran secara umum (takhsis al-‘am) misalnya firman Allah dalam surat Al-baqarah, 2;275.
4.  Menjelaskan ruang lingkup masalah yang terkandung dalam nas-nas Alquran, misalnya firman Allah dalam surat Ali Imran, 3:97.
5.  Menjelaskan mekanisme pelaksanaan dari hukum-hukum yang ditetapakan Alquran, misalnya tentang tata cara salat, haji dan puasa yang menjelaskan bagaiman Rasul melaksanakannya.

                         c. As-Sunnah sebagai penguat hukum
                         Sunnah menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Alquran. Misalnya Alquran menyebutkan empat macam makanan yang haram dalam firman-Nya surat Al-Maaidah, 5:3.
               Kemudian As-Sunnah datang dengan ketetapan baru menambah barang yang dilarang dimakan, sebagai berikut:
      Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasullah melarang (memakan) setiap binatang buas yang bertaring dan burung yang berkaki penyambar.

6.          Otorisasi As-Sunnah sebagai sumber hukum
             Al-Siba’i mengatakan bahwa dari ketiga fungsi Sunnah sebagai diterangkan di atas, dua yang pertama disepakati oleh para ulama, sementara yang ketiga diperselisihkan. Adapun masalah pokok yang diperselisihkan itu apakah As-Sunnah dapat menempatkan suatu hukum tanpa tergantung kepada Alquran, atau apakah penetapan produk hukum baru itu selalu mempunyai pokok (asl) dalam Alquran. Dalil yang dimajukan kelompok mayoritas itu antara lain:
        a. Selama Nabi diyakini maksum, maka otorisasinya untuk melakukan tasyri adalah suatu hal yang dapat diterima akal.
        b.  Bahwa kewajiban untuk menaati As-Sunnah yang menjadi argumen jumhur diartikan sebagai ketaatan kepada Rasul dalam kedudukannya sebagai penjelas.
                             Jika dianalisis perselisihan pendapat tentang fungsi As-Sunnah terhadap Alquran sebagaimana diuraikan atas sebenarnya ditemukan adanya persamaan, yaitu sama-sama menetapkan adanya hukum-hukum yang terbit dari As-Sunnah.

          
                                                c. Ijtihad

           1.        Arti dan kedudukan Ijtihad
                       Ijtihad adalah derivasi dari kata jahada, artinya berusaha sungguh-sungguh. Dalam pengertian terminologi hukum, Mukti Ali (1990) menyebutkan bahwa ijtihad adalah berusaha sekeras-kerasnya untuk membentuk penilaian yang bebas tentang sesuatu masalah hukum. Karena itu ijtihad dapat disebut pula sebagai upaya mencurahkan segenap kemampuan untuk merumuskan hukum syara’ dengan cara istinbat dari Alquran dan As-Sunnah.
                       Obyek ijtihad adalah perbuatan yang secara eksplisit tidak terdapat dalam Alquran dan As-Sunnah. Hal ini memberi pengertian bahwa suatu perbuatan yang hukumnya telah ditunjuk secara jelas, tegas dan tuntas oleh ayat-ayat Alquran dan As-Sunnah tidak termasuk kategori obyek ijtihad.
                       Ijtihad dipandang sebagai aktivitas penelitian ilmiah karena itu bersifat relatif. Relativitas ijtihad ini menjadikannya sebagai sumber nilai yang bersifat dinamis. Pintu ijtihad selalu terbuka, termasuk membuka kembali fiqh-fiqh yang merupakan produk ijtihad lama. Pemutlakan terhadap produk ijtihad pada hakikatnya merupakan pengingkaran terhadap kemutlakan Allah, karena yang sesungguhnya mutlak hanyalah Allah. Yusuf Qardawi menyatakan bahwa terdapat dua agenda bersifat ijtihad yang dituntut oleh peradaban modern dewasa ini, yakni ijtihad di bidang hubungan keuangan dan ekonomi serta bidang ilmu pengetahuan kedokteran. Satu hal yang disepakati para ulama bahwa ijtihad tidak boleh merambah dimensi ibadah mahdhah.
                       Sebab ibadah formal merupakan hak Allah. Allah sendiri yang memiliki hak untuk menentukan macam dan cara ibadah kepada-Nya. Tata cara ibadah formal telah dicontohkan secara final oleh Rasullah.

           2.        Metode Ijtihad
                       Metode Ijtihad yang dinilai valid antara lain :
                   a.  Qiyas (reasoning by analogi), yaitu menerapkan hukum perbuatan tertentu kepada perbuatan lain yang memiliki kesamaan.
        b.  Istihsan, yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan berdasarkan prinsip-prinsip umum ajaran Islam, seperti prinsip keadilan dan kasih sayang.
       c.    Masalihul mursalah, yaitu menetapkan hukum berdasarkan tinjauan kegunaan atau kemanfaatannya sesuai dengan tujuan syariat.



















Penutup

   
        Sumber ajaran agama Islam adalah Alquran. Alquran sangat berperan penting dalam perkembangan Islam. Sunnah dan Ijtihad juga menjadi bagian dalam sumber ajaran agama Islam.
        Jadi sebagai umat Islam kita harus membaca, mengetahui dan mengamalkan isi dari Alquran. Agar tidak tersesat dan masuk kelingkaran hitam.
      Demikian makalah saya buat.

      Wasalam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makna dari Film THE SECRET

Belajar bahasa Thai dengan cepat dan mudah